Rangkuman Suhbah Mawlana Shaykh Nazim
10hb April 2010
Raja kaya yang mati kelaparan
Assalamu’alaikum wr.wb.
A’udzu billahi min-asy syaitan-ir rajim.
Bismillah-ir Rahman-ir Rahim
- Mawlana menyambut hadirin dengan mengucapkan Assalamu’alaikum wr.wb. berulang kali, karena bacaan tersebut membawa rahmat surgawi seperti curahan hujan. Bacaan tersebut adalah ‘makanan’ surgawi yang membuat kita dapat tetap hidup; meskipun kita sering salah kira dengan meyakini bahwa ‘makanan’ jasmani yang kita makanlah yang membuat kita tetap hidup.
- Beliau kemudian mengucapkan Bismillah-ir Rahman-ir Rahiim, karena bacaan tersebut merupakan tanda dari Islam. Siapa pun yang mengucapkan Bismillah-ir Rahman-ir Rahiim, telah masuk ke dalam Lingkaran Islam. Mawlana menasihati para hadirin untuk menendang syaitan keluar dari kehidupan mereka dengan membaca A’udzubillahi min-asy syaitan-ir rajiim, karena mereka sedang mencari Pengetahuan Surgawi untuk menerangi kedua dunia mereka, untuk memperoleh berita gembira di dunia dan di akhirat. Orang-orang yang tidak hadir di suhbah, dan orang-orang yang marah ketika dinasihati tentang kebenaran – orang-orang semacam itu terbungkus dengan kegelapan, kotoran dan Api.
- Jangan pernah mengira bahwa kita sesungguhnya hidup karena nutrisi yang kita peroleh dari makanan dan minuman. Manusia tidak hidup karena itu, kekuatannya bukanlah diperoleh dari makanan. Bagaimanapun juga, ia adalah ciptaan Allah – hidup, bertahan hidup dan tumbuh atas Kehendak dan Kekuasaan Allah. Manusia, demikian pula semua makhluk yang lain, ada di bawah Kekuasaan-Nya. Kita tidak aka nada tanpa Koneksi Ilahi tersebut; Dialah yang membuat kita tetap hidup. Setiap manusia yang ada di muka bumi ini, memiliki sebuah bintang di angkasa yang akan terus ada selama manusia tersebut hidup. Melalui Bintang itulah orang tersebut menarik Nutrisi Surgawi, yang membuatnya tetap hidup.
- Jadi, mengapa kita makan dan minum di dunia? Allah memberikan kita makanan dan minuman di dunia sebagai Rahmat dari-Nya, karena makanan dan minuman adalah kenikmatan dan kesenangan, kesukaan tubuh fisik kita. Pada kenyataannya, makanan dan minuman adalah sala satu kenikmatan dunia yang paling besar; manusia benar-benar menikmati makan dan minum.
- Pada hakikatnya, Allah telah menciptakan kita sebagai makhluk yang tidak butuh makan banyak untuk bertahan hidup. Tetapi karena kita sangat menikmati makan dan minum, dan karena kita meyakini bahwa makananlah yang memberikan kita energi, kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan – kita terus makan dan makan, mencari-cari makanan yang lezat dan bernutrisi, sampai detik terakhir kita di dunia ini! Mawlana berkata bahwa kita harus mengetahui bahwa makanan sesungguhnya merupakan kenikmatan dunia semata; kekuatan dan energi yang sebenarnya dikirim dari surga. Kekuatan yang sebenarnya datang dari surga!
- Untuk membuktikan hal ini, Mawlana menghimbau kita untuk melihat seseorang yang kering kehausan – ia mungkin sangat dekat dengan kematian, tetapi segera setelah ia mendapatkan secangkir air dan meminumnya, ia bangkit dengan penuh semangat dan tersenyum lagi – seketika setelah meminum secangkir air tersebut. Apakah kamu benar-benar percaya bahwa air tersebut menghasilkan energi, membangkitkan dan menguatkan hanya dalam waktu beberapa detik? Sama juga dengan seseorang yang kelaparan, sangat lemah dan bingung, segera setelah diberi sop, ia menjadi bergairah dan bangkit kembali, segera setelah makan. Kita semua tahu bahwa secara ilmiah, makanan membutuhkan 3 sampai 4 jam untuk melewati usus, untuk pencernaan dan penyerapan makanan yang sempurna – jadi bagaimana mungkin orang yang hampir mati ini dapat bangkit, hanya dalam lima menit setelah ia makan?
- Sangatlah jelas bahwa semua makanan dan minuman hanyalah sekedar sebuah wasilah (asbab), perantara untuk kita memperoleh energi, alasan duniawi kita mendapatkan kekuatan, karena dunia ini adalah dunia sebab dan akibat (asbab). Kekuatan, pertumbuhan dan perkembangan manusia yang sebenarnya bersumber dari Allah (surgawi), dan mencapai kita melalui Bintang kita di angkasa. Ada bintang spesial yang muncul ketika kita lahir, dan bintang tersebut menghilang pada saat kita meninggalkan alam dunia ini. Hanya Anak-Anak Adam yang diberikan kespesialan dan kehormatan ini.
- Ketika Sayyidina Adam (as) dikeluarkan dari surga dan diutus ke bumi, ia sangat sedih. Ia menyendiri dan merenung sendiri, dan tidak makan maupun minum selama 40 hari. Lihat, kata Mawlana, Sayyidina Adam (as) bertahan hidup selama 40 hari tanpa makan dan minum, dan tidak menjadi sakit karenanya – ini merupakan bukti bahwa manusia dapat bertahan hidup tanpa makanan jasmani. Pada masa itu, Sayyidina Adam hanya duduk dengan putus asa, menatap bintangnya di langit. Jika Allah tidak menggerakkannya, dia bisa saja duduk di sana terus selama 50 tahun, tanpa makan dan minum, hanya menatap langit.
- Para malaikat telah hidup selama jutaan tahun, tanpa makan dan minum. Dari manakah gerangan mereka memperoleh energi dan kekuatan mereka? Mereka bergantung sepenuhnya pada Allah, atas anugerah-Nya lah mereka memperoleh kemampuan mereka. Sama halnya dengan para nabi dan rasul, mereka yakin dan bergantung 100% pada Allah, tidak seperti kita, mereka tidak bergantung pada suplemen-suplemen kesehatan dan berbagai obat-obatan. Mereka berdiri di atas haqq, mereka berdiri untuk haqq; karena itulah, Allah mengirimkan kekuatan surgawi pada tubuh fisik mereka. Mereka telah dianugerahkan kekuatan dan kemampuan yang sangat besar; mereka bahkan mampu menunjukkan mukjizat. Kita harus menyadari bahwa jasad ruhaniyahlah – dan bukannya jasad jasmani – yang sebenarnya hidup.
- Itu adalah hal-hal yang jarang diajarkan oleh orang-orang yang hanya memiliki pengetahuan buku, karena mereka dihijab dari pengetahuan-pengetahuan semacam itu. Ubahlah pola pikir kita sekarang juga, Mawlana berkata, jangan bergantung pada makanan dan minuman untuk nafkah jasmani kita lagi. Sebaliknya, lihatlah ke langit – ke bintang kita pada khususnya – untuk mengerti apa yang Allah telah persiapkan untuk kita di sana.
- Mengapa ketergantungan akan makanan jasmani ini tidak sehat? Ketergantungan pada makanan dan minuman merupakan hijab yang tebal, karena hasrat/ketergantungan/keinginan/kecintaan pada aspek materi apapun dalam hidup ini (dalam hal ini makanan dan minuman) merupakan hijab yang memisahkan kita dari diri kita yang sejati. Agar kita dapat keluar dari hijab-hijab ini, kita harus memelihara jiwa kita, kita harus mengembangkan jasad ruhani kita, bukan jasad fisik kita. Kita sekarang ada di masa dimana manusia sangat membutuhkan ajaran semacam itu, karena begitu manusia mengetahui bahwa kekuatannya yang sebenarnya bukanlah bersumber dari makanan dan minuman, ia kemudian akan mengembangkan spiritualnya (keruhaniannya), sebagai sarana untuk mendekat pada Allah.
- Sayangnya, karena ajaran semacam itu tidak disebarluaskan, manusia sama sekali tidak mempedulikan perkembangan spiritualnya. Syaitan kemudian mengikatnya ke dunia, agar siang dan malam, manusia mengejar dunia – ia mengejar kekayaan di dunia ini, makanan enak dan hiburan. Syaitan menghasut manusia, “Teruslah bekerja, sampai sisa energi terakhirmu; kejarlah duniamu…” Apa untungnya mengumpulkan semakin banyak kekayaan dunia? Orang-orang terpelajar harus mengajarkan pada pengikut mereka dan membangunkan mereka dari ketidakpedulian mereka, mengajarkan pada mereka bahwa Allah tidak menciptakan mereka untuk tujuan semacam itu.
- Mawlana mulai menceritakan tentang seorang Yahudi yang telah menemukan harta karun. Sebelum melanjutkan ceritanya, Mawlana menyebutkan dua hal yang patut dicatat. Yang pertama, sangatlah bagus untuk menggunakan perumpamaan atau kisah-kisah ketika mengajar, karena hal semacam itu meninggalkan kesan yang mendalam pada para hadirin. Allah Sendiri menggunakan banyak perumpamaan dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Akan tetapi, beberapa dosen intelektual Islam zaman modern ini, merasa bahwa menggunakan metode mengajar semacam itu kekanak-kanakan dan tidak profesional; mereka lebih memilih untuk menciptakan kebosanan yang egois dengan menyajikan data-data teknis dan analisis hipotesis, membuat murid-murid mereka tertidur dan bermimpi. “Kami bukanlah pendongeng,” kata mereka, “kami adalah dokter dalam syari’ah!” Metode mengajar mereka bukanlah caranya! Mereka harus mengikuti model Al-Qur’an dalam menggunakan perumpamaan/kisah-kisah – karena setiap kisah membawa pelajaran moral dengan cara yang mudah diingat. Itulah sebabnya mengapa Allah meminta kita untuk menyampaikan kisah-kisah ini, dan untuk merenungkan perumpamaan/kisah-kisah dalam Al-Qur’an; sebagaimana Allah berfirman, “Maka sampaikanlah cerita ini; agar mereka dapat merenungkannya.” (Quran 7:176)
- Kedua, beberapa ‘ulama muslim tidak mau menggunakan perumpamaan-perumpamaan dari Al-Qur’an, karena sangat banyak perumpamaan tentang kaum Yahudi. Mereka merasa kecewa karena Al-Qur’an hampir seperti sebuah manual ‘Yahudi’, dan mereka mempertanyakan mengapa Allah tidak menggunakan lebih banyak contoh dan kisah-kisah ‘Arab’. Masya Allah, ‘ulama-‘ulama ini bahkan mempertanyakan Allah! Mawlana berkata bahwa ribuan nabi dan rasul adalah Yahudi, mereka mempunyai sejarah yang panjang, jadi pastinya kisah-kisah dalam Al-Qur’an akan mengandung banyak contoh dari kaum Yahudi. Kita tidak boleh menentang ras/agama apapun. Kaum Yahudi juga merupakan Anak-Anak Adam; kita harus memperlakukan mereka sebagai saudara kita. Mereka juga merupakan keturuna dari Sayyidina Ibrahim (as); jadi mereka adalah saudara bagi bangsa Arab juga. Sangat banyak kisah tentang Bani Israel yang mengandung contoh-contoh yang indah dan pelajaran-pelajaran yang dapat kita ambil hikmahnya – sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Kita telah memberikan pada manusia, dalam Al-Qur’an ini, segala macam perumpamaan, agar mereka mendapatkan nasihat dan peringatan.” [39:27]
- Kembali lagi ke kisah tentang pria Yahudi yang menemukan timbunan harta karun. “Aku sangat beruntung,” kata pria itu, sembari membuka peti harta tersebut. Ia kegirangan ketika melihat isi dari peti tersebut – di dalamnya ada emas, berlian, rubi, zamrud, dan sebuah surat aneh! Surat itu ditulis oleh seorang Raja yang hidup bertahun-tahun sebelumnya. Isi surat itu adalah sebagai berikut:“Bagi anda yang menemukn harta ini, harta ini dulunya milikku ketika aku masih seorang Raja. Aku adalah Raja yang kaya, banyak sekali daerah yang berada di bawah pemerintahanku, dan warga negaraku sangatlah banyak. Allah telah sangat banyak memberikan padaku dari Kekayaan-Nya, tetapi aku tidak bersyukur. Tidak pernah sekali pun aku berkata, “Ya Tuhanku, aku bersyukur pada-Mu.” Maka Ia mengirimkan cobaan padaku. Negaraku dilanda kekeringan yang parah, tidak setetes pun air dapat ditemukan dimana-mana. Satu per satu, wargaku mulai meninggal karena lapar dan dahaga. Aku juga tidak mempunyai makanan dan air minum. Kemudian aku mengisi sebuah keranjang dengan emas dan membawanya ke kota, untuk membeli sesuap makanan, atau segelas air. Namun, meskipun aku telah menawarkan emas tersebut pada wargaku sepanjang hari, tidak seorang pun yang mau menerima emasku untuk ditukarkan dengan makanan.
Keesokan harinya, aku mengosongkan keranjang emas tersebut, dan mengisinya dengan permata-permataku yang paling mahal – mutiara, rubi, berlian – dan membawanya lagi ke kota. Tetap saja, tak seorang pun menerima keranjangku untuk ditukarkan dengan makanan, tidak sepotong roti pun kuperoleh.
Dalam keputusasaan, karena aku sangat lapar dan haus, aku menghancurkan dan menumbuk beberapa batu permataku, mencampurkannya dengan segelas air terakhirku, dan meminumnya, sambil berharap bahwa ‘makanan’ tersebut akan menghilangkan rasa laparku dan menyelamatkanku dari kematian. Sebaliknya, tindakan tersebut malah mempercepat kematianku. Di saat aku sekarat, kutulislah surat ini, yang sedang anda baca sekarang, agar hal ini menjadi pelajaran bagi generasi-generasi setelahku, karena beginilah Kehendak Tuhan.” - Maka, ambillah pelajaran dari kisah ini. Apa manfaat dari kekayaan dunia ini? Para raja, presiden dan orang-orang kaya harus diajarkan mengenai kisah ini, untuk mengangkat hijab (kekayaan materi) dari mata mereka. Dari kisah kematian Raja yang menyedihkan tersebut, kita harus mengambil dua pelajaran. Yang pertama, belajarlah untuk tidak mematok harapan kita pada kekayaan kita, atau pada harta apapun yang kita miliki atau yang telah kita kumpulkan dari dunia ini. Sebaliknya, letakkanlah harapan kita pada Allah semata; jadilah seperti para nabi dan rasul, yang sepenuhnya bergantung pada-Nya. Yang kedua, bersyukurlah selalu pada Allah, taatilah perintah-Nya, berusahalah untuk menjadi hamba-Nya. Maka, kita akan selamat di dunia dan akhirat.
Al-Fatihah.